Jakarta, 26-03-2014 [10:00]Program internship adalah proses pemantapan mutu profesi dokter untuk menerapkan kompetensi yang diperoleh selama pendidikan secara terintegrasi, komprehensif, mandiri serta menggunakan pendekatan kedokteran keluarga dalam rangka pemahiran dan penyelarasan antara hasil pendidikan dengan praktek di lapangan.
Sedangkan mereka yang disebut sebagai peserta program internship, tak lain adalah dokter yang telah lulus program studi pendidikan dokter dan telah lulus uji kompetensi namun belum mempunyai kewenangan untuk praktik mandiri. Adapun jangka waktu pelaksanaan program internship dilaksanakan dalam kurun waktu satu tahun.
Grand Launching Program Internship Dokter sendiri telah dicanangkan oleh (alm) dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr. PH, menteri kesehatan saat itu, di Pendopo Istana Rakyat, Pontianak, Rabu, 15 Desember 2010 seiring diberlakukannya Permenkes RI Nomor 299/Menkes/Per/II/2010 tentang Penyelenggaraan Program Internsip dan Penempatan Dokter Pasca Internship.
Di Provinsi Lampung, pada tahun 2012 telah menerima dokter internsip 2 tahap yaitu: tahap pertama pada bulan februari 2012 sebanyak 113 orang yang sudah menyelesaikan program dokter internsipnya pada bulan Januari 2013 dan tahap kedua pada bulan Mei 2012 sebanyak 77 orang dan sedang dalam proses pelaksanaaan dokter internsip di wahana internsip di Provinsi Lampung. Pada bulan Maret tahun 2013 ini Provinsi Lampung menerima dokter internsip tahap III sebanyak 125 orang.
Pada tanggal 7 Maret 2013, telah diadakan pertemuan sosialisasi program Internship Dokter di ruang auditorium Dinas Kesehatan dimana pada acara ini diberikan Sosialisasi Kebijakan Program Internship Dokter Indonesia dan Etika Profesi Kedokteran Indonesia dengan narasumber dari Sekretariat Komite Internship Dokter Indonesia (KIDI) Pusat dan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Provinsi Lampung. Pada acara ini juga dilaksanakan penyerahan dokter internship tahap III dari Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Lampung kepada Kabupaten/Kota Wahana Internship.
Wahana dokter Internsip Provinsi Lampung tersebar di 10 Kabupaten/Kota yang memiliki Rumah Sakit (RS) tipe C yaitu: Kota Bandar Lampung, Kab. Lampung Selatan, Kab. Tanggamus, Kab. Lampung Timur, Kab. Lampung Tengah,Kab Lampung Utara, Kab. Lampung Barat, Kab. Way Kanan, Kab. Tulang Bawang dan Kabupaten Pringsewu (11 RSU dan 29 Puskesmas).
Melalui program internship ini diharapkan dapat menjadi solusi untuk mengatasi kekurangan tenaga dokter di kabupaten/kota Provinsi Lampung. Dengan demikian masyarakat akan semakin mudah untuk memperoleh pelayanan kesehatan dan derajat kesehatan akan semakin menjadi lebih baik. Dan bagi para dokter internship pun diharapkanprogram ini memberikan kesempatan untuk memahirkan kompetensi yang diperoleh selama pendidikan ke dalam pelayanan primer dengan pendekatan kedokteran keluarga.
Jakarta, 25-03-2014 [09:00]Dokter lulusan Fakultas Kedokteran yang menggunakan kurikulum berbasis
kompetensi harus menjalani program internsip yang dilaksanakan oleh
Komite Internsip Dokter Indonesia (KIDI).
Lulusan Dokter FKUMM belum ada yang mengikuti program internsip, jelas
dekan FKUMM dr Irma Suswati M.Kes pada saat memberikan sambutan, FKUMM
menjalankan program KBK pada tahun 2007 dan baru meluluskan ditahun
2013. dr Absor M.Kes juga menjelaskan bahwa program pelatihan dokter
pendamping merupakan tindak lanjut dari MoU yang telah disepakati antara
PP Muhammadiyah dengan KIDI, sebagai pimpinan MPKU PWM Jatim berharap
bahwa amal usaha Muhammadiyah dapat dipergunakan sebagai wahana
internsip, untuk itu AUMKES harus mempersiapkan diri baik sumber daya
manusia melalui pelatihan dokter pendamping maupun melengkapi sarana
prasarana sesuai yang dibutuhkan untuk internsip. dr Priyono
Satyabhakti, MS, MPH yang mewakili KIDI Pusat juga menjelaskan bahwa
internsip merupakan program pemerintah bagi dokter lulusan fakultas
kedokteran, internsip dipergunakan sebagai wahana kemandirian bagi
dokter lulusan KBK.
Pelaksanaan internsip di RS tipe C atau D dan Puskesmas selama satu
tahun. Dokter yang menjalani internsip harus sudah lulus UKDI, sudah
mendapatkan sertifikat kompetensi dokter dan surat ijin praktek
internsip.
Pelatihan dokter pendamping dilaksanakan selama tiga hari penuh mulai
pagi jam 8.00 sd malam jam 21.00 selama 40 jam, kegiatan berupa tatap
muka, diskusi kelompok dan presentasi kelompok. Peserta pelatihan ini diikuti 20 AUMKES 17 RSM Jawa Timur,
1 RSM Sumatera Utara, 1 RSM Makasar, 1 RSM Jakarta. Jumlah Peserta
pelatihan 39 dokter umum maupun spesialis. Narasumber yang memberikan
materi berasal dari PIDI propinsi. Peserta pelatihan sangat antusias
saat mengikuti seluruh kegiatan pelatihan, hal ini disebabkan komitmen
dari seluruh AUMKES untuk mendukung program pemerintah serta manfaat
nantinya yang dirasakan bagi AUMKES. Harapannya AUMKES dapat berkembang
dan dipercaya oleh masyarakat.
Pada saat penutupan Prof Mulyohadi Ali juga menjelaskan bahwa KIDI Pusat
yang selama ini melatih layanan kesehatan milik pemerintah, ternyata
pihak lain selain pemerintah yang ikut memikirkan program pemerintah
internsip ini adalah Muhammadiyah dan POLRI serta TNI, namun kegiatan
pelatihan dokter pendamping PIDI yang sudah dilaksanakan baru
Muhammadiyah. Pada awal bulan Oktober 2012 pelatihan dokter pendamping PIDI dilaksanakan di FK UM Yogyakarta dan bulan Desember 2012 ini dilaksanakan di FK UMM Malang.
Jakarta, 25-03-2014 [07:08]Ujian Kompetensi Dokter Indonesia (UKDI), menurut Sekjen PB Ikatan
Dokter Indonesia (IDI), dr. Slamet Budiarto, tidak mungkin dihapuskan.
Ini amanat UU Praktik Kedokteran. Namun, sebagai penyelenggara, PB IDI
akan memperbaiki mekanisme dan pola UKDI. Kata kuncinya terletak pada
transparansi.
“Adanya protes-protes, keberatan, atau pemanggilan oleh DPR kan
karena kurang transparansi saja. Kalau pihak-pihak itu mengetahui lebih
jauh mengenai UKDI, saya yakin mereka akan memahaminya,” kata Slamet
Budiarto kepada Harian Terbit, Rabu (1/8), di Jakarta, terkait desakan
dihapuskannya UKDI.
UKDI, katanya, berfungsi menjaga kualitas lulusan dokter, juga demi
menjaga kepentingan dan keselamatan masyarakat. Karenanya, PB IDI
menolak wacana ditiadakannya UKDI selama penjaminan mutu yang baru belum
dibentuk. Kalau UKDI dihapuskan, lantas siapa yang menjamin mutu
dokter? Apakah akan dibiarkan begitu saja?
“UKDI masih perlu dipertahankan demi menstandarkan dan meningkatkan
mutu dokter Indonesia, melindungi pasien, dan memberi kepastian hukum
bagi masyarakat dan dokter. UKDI berfungsi untuk menjaga kualitas
lulusan dokter. Ini juga demi menjaga kepentingan dan keselamatan
masyarakat,” tegasnya.
Menurutnya, UKDI tidak bisa dihapuskan begitu saja karena persyaratan
itu bagi dokter umum dan dokter gigi secara legal telah diatur dalam
undang-undang.
Untuk mempunyai surat izin praktik (SIP) dan surat tanda registrasi
(STR), seorang dokter/dokter gigi harus memenuhi persyaratan tertentu.
Di antaranya, memiliki sertifikat kompetensi sebagai tanda pengakuan
terhadap kemampuan medis mereka.
“Itu sesuai dengan UU No 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran Pasal 1 angka 4,” paparnya.
Slamet menekankan, UKDI masih perlu dipertahankan mengingat dari
total 70 fakultas kedokteran yang ada di Indonesia, saat ini kualitasnya
masih berbeda-beda. Karenanya, perlu perangkat untuk setidaknya
menyetarakan mutu lulusan tersebut. ”Dan UKDI ini bisa menjadi sarana
standardisasi setiap lulusan,” tuturnya.
UKDI sendiri bagian dari pendidikan profesi. Ini dilakukan untuk
mengetahui apakah dia bisa menjalankan tugas profesi atau tidak
nantinya. Ini harus dilakukan untuk memenuhi hak warga negara dalam
mendapatkan pelayanan kesehatan yang berkualitas.
Nantinya, penyelenggaraan UKDI lebih transparan lagi. Bagaimana
penyusunan soal-soal, proses distribusi soal, penggunaan anggaran, dan
lain-lain. Ia mengaku pihaknya lalai untuk mengontrol proses-proses ini,
tetapi tetap menjamin lebih bagus dan berbobot.
“Laporan ke pemerintah pusat mungkin tidak detail, karenanya nanti akan dibuat lebih detail,” katanya.
Masih adanya yang tidak lulus UKDI, bukan karena UKDI-nya, melainkan
karena yang bersangkutan tidak mempersiapkan diri. Selain itu, sistem
pengajaran di fakultas kedokteran yang tidak dibarengi dengan
peningkatan mutu.